Sasirangan adalah kain adat suku Banjar di Kalimantan Selatan, yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur kemudian diikat tali rafia dan selanjutnya dicelup.
Kain Sasirangan ini asal mulanya digunakan atau dipercaya untuk kesembuhan bagi orang yang tertimpa suatu penyakit (pamintaan). Kain ini dipakai pada upacara adat suku daerah Banjar.
Kain sasirangan ini berbentuk laung (ikat kepala), kekamban (kerudung) dan tapih bumin (kain sarung). Sebagai bahan pewarna diambil dari bahan bahan pewarna alam seperti jahe, air pohon pisang, daun pandan dll.
Menurut sejarah
sekitar abad XII sampai abad ke XIV pada masa kerajaan Dipa, di
Kalimantan Selatan telah dikenal masyarakat sejenis batik sandang yang
disebut Kain Calapan yang kemudian dikenal dengan nama Kain Sasirangan.
Menurut
cerita rakyat atau sahibul hikayat, kain sasirangan yang pertama dibuat
yaitu tatkala Patih Lambung Mangkurat bertapa selama 40 hari 40 malam
di atas rakit balarut banyu. Menjelang akhir tapanya rakit Patih tiba di
daerah Rantau kota Bagantung. Dilihatnya seonggok buih dan dari dalam
buih terdengan suara seorang wanita, wanita itu adalah Putri Junjung
Buih yang kelak menjadi Raja di Banua ini. Tetapi ia baru muncul ke
permukaan kalau syarat-syarat yang dimintanya dipenuhi, yaitu sebuah
istana Batung yang diselesaikan dalam sehari dan kain dapat selesai
sehari yang ditenun dan dicalap atau diwarnai oleh 40 orang putri dengan
motif wadi / padiwaringin. Itulah kain calapan / sasirangan yang
pertama kali dibuat.
Kain Sasirangan adalah kain yang didapat dari proses
pewarnaan rintang dengan menggunakan bahan perintang seperti tali,
benang atau sejenisnya menurut corak-corak tertentu. Pada dasarnya
teknik pewarnaan rintang mengakibatkan tempat-tempat tertentu akan
terhalang atau tidak tertembus oleh penetrasi larutan zat warna.
Prosesnya sering diusahakan dalam bentuk industri rumah tangga, karena
tidak diperlukan peralatan khusus, cukup dengan tangan saja untuk
mendapatkan motif maupun corak tertentu, melalui teknik jahitan tangan
dan ikatan.
Sebagai bahan baku kainnya, yang banyak digunakan
hingga saat ini adalah bahan kain yang berasal dari serat kapas (katun).
Hal tersebut disebabkan karena pada mulai tumbuhnya pembuatan kain
celup ikat adalah sejalan dengan proses celup rintang yang lain seperti
batik dan tekstil adat. Untuk saat ini pengembangan bahan baku cukup
meningkat, dengan penganekaragaman bahan baku non kapas seperti :
polyester, rayon, sutera, dan lain-lain.
Desain/corak didapat
dari teknik-teknik jahitan dan ikatan yang ditentukan oleh beberapa
faktor, selain dari komposisi warna dan efek yang timbul antara lain :
jenis benang/jenis bahan pengikat.
Dengan mengkombinasikan
antara motif-motif asli yang satu dengan motif asli yang lainnya, maka
kain kain sasirangan makin menarik dan kelihatan modern Selain itu
motif-motif tersebut dimodifikasi sehingga menciptakan motif-motif yang
sangat indah namun tidak meninggalkan ciri khasnya. Adapun corak atau
motif yang dikenal antara lain Kembang Kacang, Ombak Sinapur Karang,
Bintang Bahambur, Turun Dayang, Daun Jaruju, Kangkung Kaombakan, Kulit
Kayu, Sarigading, Parada dll.
Produk barang jadi yang dihasilkan
dari kain Sasirangan yaitu Kebaya, Hem, Selendang, Jilbab, Gorden,
Taplak Meja, Sapu Tangan, Sprei dll. Penggunaan Kain Sasirangan inipun
lebih meluas yaitu untuk busana pria maupun wanita yang dipakai
sehari-hari baik resmi atau tidak.
Upaya untuk melindungi budaya Banjar ini, telah diakui oleh
pemerintah melalui Dirjen HAKI Departemen Hukum dan HAM RI beberapa
motif sasirangan sebagai berikut :
- Iris Pudak
- Kambang Raja
- Bayam Raja
- Kulit Kurikit
- Ombak Sinapur Karang
- Bintang Bahambur
- Sari Gading
- Kulit Kayu
- Naga Balimbur
- Jajumputan
- Turun Dayang
- Kambang Tampuk Manggis
- Daun Jaruju
- Kangkung Kaombakan
- Sisik Tanggiling
- Kambang Tanjung
sumber : http://id.wikipedia.org